Senin, April 07, 2008

Perubahan

Semua mengalami perubahan. Tidak ada yang abadi. Yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Masalahnya, perubahan selalu menuju ke dua arah: lebih baik atau lebih buruk.


Setiap perubahan, baik itu menjadi lebih baik atau buruk, memerlukan adaptasi oleh objek dari perubahan. Baik atau buruk, yang menentukan keberhasilan objek dalam menghadapi perubahan adalah kecepatan beradaptasi.

Adaptasi bukan berarti mengikuti kemana arus mengalir, namun lebih pada penyesuaian diri terhadap arus tanpa harus ikut hanyut dalam arus.

Mengapa ikan berenang melawan arus? Karena ia masih hidup. Seandainya ia sudah mati, tentu ia akan hanyut mengikuti arus sungai.

Ia melawan arus sebagai bentuk penyesuaian diri. Seandainya ia berenang mengikuti arus dan hanyut dalam arus, maka tak lama dia akan mati karena kesulitan mencari makan. Ia akan "mengejar" makanannya karena ia berenang searah dengan makanannya. Jika ia berenang melawan arus, maka makanannya akan datang dengan sendirinya, terbawa arus.

Begitu pula dengan diri kita. Kita tidak perlu kehilangan jati diri kita ketika menghadapi perubahan dengan menghanyut dalam arus perubahan. Yang penting adalah menyesuaikan arah perubahan dengan berpegang pada prinsip-prinsip yang kita miliki. Entah itu idealisme, agama, orang tua, atau kepercayaan.

Sekali lagi, perubahan hanya dapat menimbulkan dua dampak: baik atau buruk. Perubahan dengan dampak terburuk pun dapat menghasilkan kebaikan apabila kita dapat dengan benar dan tepat menyesuaikan diri. Apalagi perubahan yang berdampak baik.

Menurut Darwin dalam "The Origin of the Species" (padahal baru baca pendahuluannya, abis gitu mangkrak, pusing!) "Yang mampu bertahan bukanlah yang memiliki badan terkuat atau taring terpanjang. Namun, yang mampu bertahan adalah mereka yang paling bisa menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan sekitar." Ungkapan ini lebih dikenal dengan teori "The Struggle of the Fittest". Yang mampu beradaptasi dengan baiklah yang bertahan.

Tidak ada komentar: